Sabtu, 23 Oktober 2010

Evaluasi di Tingkat Kepolisian (POLRES)

Di sini, pelayanan paling kacau yang pernah saya rasakan..
Oke, intinya adalah:
1.   Tidak diberlakukannya sistem antrian dalam pembuatan SKCK di Polres. Sistem antrian yang saya maksud adalah antri menggunakan Nomor, mudahnya ya seperti antrian pasien di Rumah Sakit. Ambil nomor, tunggu panggilan, maju, dan selesai. Tapi di sini, semuaaaa ditumpuk. Dan saya tidak pernah tau saya ini antrian ke berapa dan kapan selesainya. Haha.

2.   Loket dan Petugas yang jumlahnya minim. Hanya tersedia dua loket dan satu penjaga (saya bilang satu karena suara yang saya dengar dan bapak yang saya lihat dari pagi sampai siang ya itu-itu saja). Dua Loket Satu Petugas. Dan semuaaa urusan ya mesti lewat loket itu. Dari mulai pemeriksaan dokumen pendukung, pengambilan formulir, mengembalikan isian formulir, bayar administrasi, mengambil bukti untuk cap sepuluh jari, menyerahkan bukti bahwa sudah cap sepuluh jari, menerima SKCK, legalisir, perpanjang SKCK. Semuaaaa di situ. Dan sama Bapak itu. Tanpa antrian. Tanpa pengeras suara. Haha. Gila.

3.   Lagi-lagi. Tidak ada transparansi berapa sebenarnya biaya yang diperlukan untuk membuat SKCK. Ini terjadi di Ruang Cap Sepuluh Jari. Ruangan tertutup. Pintu dan jendela ditutup. Di depan hanya tertempel “Contoh Pengisian Form Cap Sepuluh Jari”. Kalau tidak bertanya, kita tidak akan tahu bahwa harus ada formulir yang diambil di dalam dan diisi di luar. Ini juga tanpa antrian. Masuk saja. Ambil formulir. Isi di luar. Kalau sudah, serahkan ke dalam lagi. Kita di luar. Tunggu dipanggil. Kita tidak akan pernah tau kapan kita akan dipanggil karena terkadang ada orang yang datangnya setelah kita tapi dia duluan yang dipanggil. Nasib lah kalau begitu. Nah, kalau sudah dipanggil, masuk, di dalam ada dua petugas. Yang satu bertugas menyelesaikan form cap sepuluh jari, dan yang satu lagi membantu proses pengecapan. Setelah itu keluar, cuci tangan, dan tunggu lagi. Setelah dipanggil, masuk, dan sebelum diberikan tanda bukti sudah cap sepuluh jari, petugas berkata, “Ada biayanya ya, sepuluh ribu”. Loh?? Sedangkan di Loket tadi, setiap orang sudah dimintai biaya Rp 20.000,- untuk administrasi. Kok sekarang ngecap aja bayar lagi... Tanpa tanda bukti pembayaran, dan langsung masuk laci. Di dalam ruang tertutup seperti itu, petugas bisa saja seenaknya mengatakan besaran biaya yang harus dibayar. Toh tida ada yang bisa diperbuat pemohon alias rakyat selain mengiyakan dan membayar mereka.

4.   Dengan besaran biaya total Rp 30.000,- untuk pembuatan SKCK yang hanya berlaku tiga bulan, jujur saya merasa dirugikan. Waktu, tenaga, dan uang. Bagaimana tidak. Selain kekacauan di atas, setiap orang juga harus mem-fotokopi sendiri SKCK-nya yang baru selesai untuk bisa mendapatkan lima lembar fotokopi yang dilegalisir. Dan,, tukang fotokopi di Polres saat itu tutup! Mesin rusak, katanya. Jadilah kami semua di siang hari bolong berbondong-bondong menyebrang menuju Walikota hanya untuk mem-fotokopi lima lembar SKCK! Penuh jugalah itu tempat fotokopi. Wekkkks. Setelah fotokopi? Nyebrang lagi dong buat ke Polres... Parah dan payah betul. Gimanaa coba..

Jadi, saran saya adalah, kalau bisa, jangan sering-sering berhubungan sama polisi. Haha.. Itu saran berdasarkan pengalaman pribadi lho ya.

Fiuhh. Oke oke. Biar bagaimanapun kita butuh polisi. Tentu saja polisi yang profesional dalam arti sebenarnya. Bukan polisi yang selalu mencari celah dan berperilaku kuno seperti orang yang terbelakang. Maka, dalam pembuatan SKCK ini sebaiknya:

1.   Gunakan sistem antrian. Jangan terus membudayakan sistem “jahiliyah” yang mengutamakan uang dan memperlambat jalur yang benar. Sistem yang menurut saya dapat dicontoh adalah sistem antrian di Kantor Pajak. Dimana setiap orang yang datang dapat langsung mengambil nomor antrian sesuai dengan loket yang dituju, apakah pembuatan NPWP, pembayaran PBB, dan sebagainya. Dan antrian akan bekerja secara digital, muncul di layar disertai dengan suara pada sistem di setiap loket yang sudah siap. Dan pemohon tinggal duduk di tempat yang telah disediakan sambil menunggu nomornya muncul dalam sistem itu.

Nah, untuk Pembuatan SKCK ini bisa dibuat seperti itu. Untuk Loket, misalnya, dipisahkan antara Loket Pembuatan SKCK Baru, Loket Perpanjangan SKCK Lama, dan Loket untuk Keperluan Legalisir seperti pada gambar berikut:

Bayangan saya tentang ruang Layanan SKCK 
    
     Jangan lupa untuk transparan dalam setiap biaya yang harus ditanggung masyarakat. Bila di setiap Loket butuh biaya, maka cantumkan secara resmi besaran biayanya, dan sertakan bukti bayar / kuitansi, baik untuk akuntabilitas internal kepolisisan, maupun akuntabilitas terhadap publik.

Sekian sekelumit pikiran dari seorang pemohon SKCK. Saya doakan semoga setiap pelayanan kepada publik baik itu dari Kelurahan, Walikota, Polisi, dan institusi manapun dapat menjadi lebih baik dan lebih baik. Malu lah kita sama pahlawan.. Masa dari dulu ngga maju maju.. hehe. Hidup Indonesia.

1 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus